Biography The Triangle

Biografi The Triangle
The Triangle berdiri pada pertengahan 2011, The Triangle merupakan proyek bermusik terbaru dari Riko Prayitno (bass) selepas Mocca memutuskan vakum pada Juli lalu. Dari situlah kelompok musik ini dilahirkan. 

Sebuah gambaran tentang rangkaian proses untuk melanjutkan kreativitas bermusik. Itulah mungkin untaian kalimat yang tepat mendefinisikan kenapa The Triangle ini terbentuk.

Berasal dari latar belakang musik yang berbeda namun disatukan oleh rasa yang sama. Embrio terbentuknya The Triangle bermula dari acara regular open mic di cafĂ© Beat N Bite setiap Jum’at malam. Riko Prayitno bertemu dengan Cil (gitar dan vokal), seorang yang kerap tampil jamming di acara open mic yang dikelola Riko. Secara tidak sadar, dibentuk atas rasa dan minat terhadap musik yang sama, Riko dan Cil pun memutuskan untuk memulai proyek bermusik baru yang lebih serius. 

The Triangle, nama yang diberikan setelah Riko dan Cil mengajak Fikri (gitaris Vincent Vega) untuk turut bergabung sebagai gitaris tambahan. Formasi trio ini pula yang melengkapi formasi inti Triangle. Tak ada makna semantik atau filosofis dibalik pemilihan nama The Triangle, selain karena bahwa band ini dimotori oleh tiga orang. Pada awalnya, Triangle dibentuk sebagai band trio dengan format akustik. 

Seiring waktu berjalan, kebutuhan lagu membuat mereka merombak format trio. Hingga sekarang The Triangle dibantu oleh beberapa additional player yaitu Koi (drum) yang juga penggebuk grup band Ansaphone, Agung (keyboard), Tommy (trumpet), dan Dian (trombone). Formasi lengkap inilah yang menjadikan musik indie rock The Triangle menjadi kaya dan megah. Musik Triangle sendiri dilahirkan dari perpaduan karakter bermusik tiap personil yang diikat oleh apa yang disampaikan melalui untaian kata-kata yang diungkapkan oleh sang vokalis. 

Dengan warna musik yang kental dengan musik indie-rock dan gitar akustik, The Triangle banyak dipengaruhi oleh referensi musik alternative rock atau indie-rock yang luas semacam Radiohead, Smashing Pumpkins, The National, hingga Snow Patrol. Secara kebetulan materi-materi lagu yang dibuat Riko tidak terpakai oleh Mocca karena materi lagunya yang gelap dan galau. Materi-materi lagu itu pula yang menjadikan warna musik yang cocok buat The Triangle. Musik yang kelam namun melodius. Musik dengan balutan gelap namun dikemas elegan. Hasilnya, kita akan disuguhi oleh musik yang dibuat oleh sebuah proses bersama yang mereka sebut: “Masculine, sophisticated, grande, technical, and melodious” 

The Triangle sedang menyiapkan sebuah album baru, yang menandakan eksistensi mereka di dunia musik Indonesia. Mengisi kekosongan musik indie-rock berkualitas di negeri ini, The Triangle sedang mempersiapkan materi-materi lagu yang terinspirasi dari lirik-lirik bertemakan alienasi atau keterasingan. Salah satu gebrakan terbarunya yaitu single pertama mereka “How Could You”. 

The Triangle tidak berusaha untuk menyempitkan musik mereka pada satu genre tertentu. Mereka membebaskan kepada telinga pendengar untuk mengapresiasi dan menafsirkan musik The Triangle apa adanya. The Triangle hanya berusaha untuk mendefinisikan bahwa memberi warna baru di musik Indonesia lewat musik indie-rock berkualitas yang belum banyak di negeri ini. (Idharrez) 

Pesonil The Triangle
Riko Prayitno a.k.a Riko - Bass 
Cil Satriawan a.k.a Cil - Gitar & Vokal
Fikri Hadiansyah a.k.a Fikri - Gitar
read more...

Album Review : Grey - Pure Saturday

REVIEW ALBUM
Judul : Grey
Produksi : Rock
Distributor : Labyrinth Records
Tahun : 2012

PREVIEW ALBUM
Terakhir kali Pure Saturday bersua melalui karya rekaman adalah di tahun 2007 lewat Time For A Change, Time To Move On, sebuah koleksi lagu yang didominasi materi lama yang direkam ulang. Bisa dibilang perubahan yang disebutkan dalam judul itu sesungguhnya terjadi lewat Grey, album keempat yang sepenuhnya berisi lagu baru oleh grup asal Bandung ini. Begitu kuping pendengar dihantam oleh gitar, bas dan drum pada “The Horsemen”, akan langsung terasa bahwa album yang dirilis di bawah bendera Labyrinth Records dan Demajors ini cukup berbeda dengan yang sudah-sudah. “Secara konsep, album ini sangat art rock,” kata bassis Ade Purnama. “Dari awal memang niat ingin membuat concept album. Tadinya ada ide ingin albumnya 75% progressive rock, cuma setelah dipikir-pikir itu bukan ide yang baik.”

Jadi pengaruh progressive rock memang kuat di Grey, walau tak sampai ada instrumental gitar hingga 15 menit atau kostum jubah ala Rick Wakeman. Tema lirik yang diusung pun tak ada hubungannya dengan kisah fantasi epik atau klise-klise prog rock lainnya, namun tentang kehidupan manusia dalam satu hari, dengan segala gejolak yang dapat terjadi dalam durasi singkat itu, di mana kata grey atau abu-abu mewakili keadaan ketidakpastian yang acapkali ditemukan. Omong-omong soal kehidupan, itulah yang membuat proses album ini cukup lama, mulai dari pengumpulan materi lagu hingga rekaman pada pertengahan 2011 di Massive Studio, Bandung. “Sekarang waktunya terbatasi oleh keluarga dan lain-lain, jadi porsi kreatifnya agak susah,” kata drummer Yudhistira “Udhi” Ardinugraha. “Tapi malah itu tantangannya. Sejauh ini masih bisa kami taklukkan.”

Maka terciptalah sebuah album yang berbeda dari album-album sebelumnya. “Pada dasarnya ini album yang paling bebas dari album-album sebelumnya, karena kami sudah tidak terlalu kompromi lagi dengan yang pernah kami buat,” kata gitaris Adhitya “Adhi” Ardinugraha. “Kami tak mau mengulang yang sudah pernah kami bikin, walaupun secara benang merah mungkin masih terasa ada.”

Memang, kita masih bisa mendengar unsur-unsur khas Pure Saturday seperti pada “Musim Berakhir” atau “To The Edge”, tapi dalam kemasan yang lebih berani dan variatif. Kita juga dapat mendengar kepercayaan diri lebih tinggi dalam vokal Satria “Iyo” Nurbambang, yang terasa lebih nyaman dibanding pada Elora, album debutnya sebagai vokalis Pure Saturday pada 2005 lalu. “Di sini saya mencoba lebih membebaskan diri, melepaskan dari pakem-pakem Pure Saturday yang sebelumnya sudah terbentuk,” kata Iyo, yang tampil mengesankan saat menyanyikan “Albatross” yang epik dan penuh dinamika. Menurut Udhi, “Iyo mulai total di album ini, kami membebaskan apa yang ada di kepala dia, dia sudah mulai cari nada dan lirik sendiri. So much progress.”

Pada album Grey, Pure Saturday turut didukung oleh beberapa tamu istimewa. Single pertama “Lighthouse” menampilkan permainan piano oleh Hendi “Unyil” Priyatna dari grup The Milo, sementara Rektvianto Yoewono dari The SIGIT menyumbangkan vokal secara spontan pada “Utopian Dreams”, sebuah lagu akustik kalem yang tiba-tiba tercipta saat berada di studio rekaman. Tapi bisa dibilang tamu kehormatan utama di album ini adalah Yockie Suryoprayogo, musisi legendaris yang pertama kali berkolaborasi dengan Pure Saturday pada tahun 2011 dalam Djakarta Artmosphere, acara musik tahunan yang menampilkan kolaborasi antar musisi lintas generasi. “Sewaktu dikasih pilihan untuk kolaborasi di Djakarta Artmosphere, serentak semua menjawab Yockie Suryoprayogo,” kata gitaris Arief Hamdani. “Agak sulit mencari seniman seperti beliau, yang kami pikir bisa memahami keinginan bermusik PS. Kebetulan pada waktu bersamaan kami sedang rekaman, dan ada beberapa lagu yang kami pikir bisa untuk diisi keyboard.” Yockie Suryoprayogo pun memberi sentuhan emasnya pada “The Horsemen” dan “Albatross”, dan menurut Arief, “Lagu terasa lebih lengkap seperti bayangan kami sebelumnya, dan nuansa lagu yang kami mau lebih dari sekadar tercapai. Klimaks!”

Singkat kata, Grey merupakan babak terbaru dalam perjalanan Pure Saturday, yang mungkin akan terasa membingungkan bagi sebagian pendengar yang telah mengikuti sejak album pertama dirilis di tahun 1995, tapi itu tidak mengkhawatirkan Pure Saturday sendiri. “Kalau mengharapkan album yang sama dari sebelumnya, salah dong mereka suka Pure Saturday,” kata Udhi sambil tertawa. Adhi menambahkan, “Kalau kami masih dikasih kesempatan untuk berkarya, kami akan terus berproses. Kami pasti mencoba berkarya dalam konteks yang kami mau pada saat itu. Jadi tidak ada patokan.”

Bersiaplah untuk sebuah perubahan. Bersiaplah untuk Grey.


Tracklist :
1. Intro – Centennial Waltzes
2. The Horsemen
3. Lighthouse
4. Musim Berakhir
5. Starlight
6. Utopian Dreams
7. The Air, The Empty Sky (instrumental)
8. Passepartout
9. To The Edge
10. Albatross
- i. Candlelit & Moonshine
- ii. Embrace
11. – iii. Dream A New Dream
read more...

Biography Iwan Fals

Biografi Iwan Fals
Iwan Fals yang bernama asli Virgiawan Listanto adalah seorang legenda hidup Indonesia. Lahir di Jakarta, 3 September 1961; seorang Penyanyi beraliran balada dan Country yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia.

Lewat lagu-lagunya, ia memotret kehidupan dan sosial-budaya di akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya.


Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya tetapi juga sejumlah pencipta lain.

Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.

Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar di seluruh Nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan Oi. Yayasan ini mewadahi aktifitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang Oi dapat ditemui setiap penjuru Nusantara dan beberapa bahkan sampai ke mancanegara.

Perjalanan Hidup
Masa kecil Iwan Fals dihabiskan di Bandung, kemudian ikut saudaranya di Jeddah, Arab Saudi selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah ketika ia berusia 13 tahun, di mana Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda bahkan ia mengamen untuk melatih kemampuannya bergitar dan mencipta lagu. Ketika di SMP, Iwan menjadi gitaris dalama paduan suara sekolah.

Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul. Tapi album tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai pengamen.

Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat direkam bersama Pepeng, Krisna, Nana Krip dan diproduksi oleh ABC Records. Tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.

Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan mendatangi rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget atau Blok M. Album Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan berbagai tawaran untuk bernyanyi. Kemudian sempat masuk televisi setelah tahun 1987. Waktu siaran acara Manasuka Siaran Niaga di TVRI, lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan, Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.

Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya yang kritis.

Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karir Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang di dukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia.


Keluarga
Iwan lahir di Jakarta pada 3 September 1961 dari pasangan Haryoso (ayah)(almarhum) dan Lies (ibu). Iwan menikahi Rosanna (Mbak Yos) dan mempunyai anak Galang Rambu Anarki (almarhum), Annisa Cikal Rambu Basae, dan Rayya Rambu Robbani.

Galang mengikuti jejak ayahnya terjun di bidang musik. Walaupun demikian, musik yang ia bawakan berbeda dengan yang telah menjadi trade mark ayahnya. Galang kemudian menjadi gitaris kelompok Bunga dan sempat merilis satu album perdana menjelang kematiannya.

Nama Galang juga dijadikan salah satu lagu Iwan, berjudul Galang Rambu Anarki pada album Opini , yang bercerita tentang kegelisahan orang tua menghadapi kenaikan harga-harga barang sebagai imbas dari kenaikan harga BBM pada awal tahun 1981 yaitu pada hari kelahiran Galang (1 Januari 1981).

Nama Cikal sebagai putri kedua juga diabadikan sebagai judul album dan judul lagu Iwan Fals yang terbit tahun 1991.

Galang Rambu Anarki meninggal pada bulan April 1997 secara mendadak yang membuat aktifitas bermusik Iwan Fals sempat vakum selama beberapa tahun. Galang dimakamkan di pekarangan rumah Iwan Fals di desa Leuwinanggung Bogor Jawa Barat sekitar satu jam perjalanan dari Jakarta. Sepeninggal Galang, Iwan sering menyibukkan diri dengan melukis dan berlatih bela diri.

Pada tahun 2002 Iwan mulai aktif lagi membuat album setelah sekian lama menyendiri dengan munculnya album Suara Hati yang di dalamnya terdapat lagu Hadapi Saja yang bercerita tentang kematian Galang Rambu Anarki. Pada lagu ini istri Iwan Fals (Yos) juga ikut menyumbangkan suaranya. 

Belajar Gitar, Ngamen, Hingga Rekaman
Aku lahir tanggal 3 September 1961. Kata ibuku, ketika aku berumur bulanan, setiap kali mendengar suara adzan magrib aku selalu menangis. Aku nggak tau kenapa sampai sekarang pun aku masih gambapng menangis. Biar begini-begini, aku orangnya lembut dan gampang tersentuh. Sebagai contoh, menyaksikan berita di televisi yang memberitakan ada orang sukses lalu medapatkan penghargaan atas prestasinya, aku pun bisa menangis. Melihat seorang ibu yang menunjukkan cinta kasihnya pada anaknya, juga bisa membuat aku tersentuh dan lalu menangis

Bicara perjalanan karir musikku, dimulai ketika aku aktif ngamen di Bandung. Aku mulai ngamen ketika berumur 13 tahun. Waktu itu aku masih SMP. Aku belajar main gitar dari teman teman nongkrongku. Kalau mereka main gitar aku suka memperhatikan. Tapi mau nanya malu. Suatu hari aku nekat memainkan gitar itu. Tapi malah senarnya putus. Aku dimarahi.

Sejak saat itu, gitar seperti terekam kuat dalam ingatanku. Kejadian itu begitu membekas dalam ingatanku.

Dulu aku pernah sekolah di Jedah, Arab Saudi, di KBRI selama 8 bulan. Kebetulan di sana ada saudara orang tuaku yang nggak punya anak. Karena tinggal di negeri orang, aku merasakan sangat membutuhkan hiburan. Hiburan satu-satunya bagiku adalah gitar yang kubawa dari Indonesia. Saat itu ada dua lagu yang selalu aku mainkan, yaitu Sepasang Mata Bola dan Waiya.

Waktu pulang dari Jeddah pas musim Haji. Kalau di pesawat orang-orang pada bawa air zam-zam, aku cuma menenteng gitar kesayaganku. Dalam perjalanan dalampesawat dari Jeddah ke Indonesia, pengetahuan gitarku bertambah. Melihat ada anak kecil baga gitar di pesawat, membuat seorang pramugari heran. Pramugari itu lalu menghampiriku dan meminjam gitarku. Tapi begitu baru akan memainkan, pramugari itu heran. Soalnya suara gitarku fals. "Kokkayak gini steman-nya?" tanyanya. Waktu itu, meski sudah bisa sedikit-sedikit aku memang belum bisa nyetem gitar. Setelah membetulka gitarku, premugari itu lalu mengajariku memainkan lagu Blowing in the Wind-nya Bob Dylan.

Waktu sekolah di SMP 5 Bandung aku juga punya pengalaman menarik dengan gitar. Suatu ketika, seorang guruku menanyakan apakah ada yang bisa memainkan gitar. Meski belum begitu pintar, tapi karena ada anak perempuan yang jago memainkan gitar, aku menawarkan diri. "Gengsi dong," pikirku waktu itu. Maka jadilah aku pemain gitar di vokal grup sekolahku.

Kegandrunganku pada gitar terus berlanjut. Saat itu teman-teman mainku juga suka memainkan gitar. Biasanya mereka memainkan lagu-lagu Rolling Stones. Melihat teman-temanku jago main gitar, aku jadi iri sendiri. Aku ingin main gitar seperti mereka. Daripada nggak diterima di pergaulan, sementaar aku nggak bisa memainkan lagu-lagu Rolling Stones, aku nekat memainkan laguku sendiri. Biar jelek-jelek, yang penting lagu ciptaanku sendiri, pikirku.

Untuk menarik perhatian teman-temanku, aku membuat lagu-lagu yang liriknya lucu, humor, bercanda-canda, merusak lagu orang. Mulailah teman-temanku pada ketawa mendengarkan laguku.

Setelah merasa bisa bikin lagu, apalagi bisa bikin orang tertawa, timbul keinginan untuk mencari pendengar lebih banyak. Kalau ada hajatan, kawinan, atau sunatan, aku datang untuk menyanyi. Dulu manajernya Engkos, yang tukang bengkel sepeda motor. Karena kerja di bengkel yang banyak didatangi orang, dia selalu tahu kalau ada orang yang punya hajatan.

Di SMP aku sudah merasakan betapa pengaruh musik begitu kuat. Mungkin karena aku nggak punya uang, nggak dikasih kendaraan dari orang tua untuk jalan-jalan, akhirnya perhatianku lebih banyak trcurah pada gitar. Sekolahku mulai nggak benar. Sering bolos, lalu pindah sekolah.

Aku merasakan gitar bisa menjawab kesepianku. Apalagi ketika sudah merasa bisa bikin lagu, dapat duit dari ngamen, mulailah aku sombong. Tetapi sesungguhnya semuanya itu kulakukan untuk mencari teman, agar diterima dalam pergaulan.

Suatu ketika ada orang datang ke Bandung dari Jakarta. Waktu itu kau baru sadar kalau ternyata lagu yang kuciptakan sudah terkenal di Jakarta. Maksudku sudah banyak anak muda yang memainkan laguku itu. Malah katanya ada yang menakui lagu ciptaanku.

Sebelum orang Jakarta yang punya kenalan produser itu datang ke Bandung, aku sebetulnya sudah pernah rekaman di Radio 8 EH. Aku bikin lagu lalu diputar di radio itu. Tapi radio itu kemudian dibredel.

Setelah kedatangan orang Jakarta itu, atas anjuran teman-temanku, aku pergi ke Jakarta. Waktu itu aku masih sekolah di SMAK BPK Bandung. Sebelum ke Jakarta aku menjual sepeda motorku untuk membuat master. Aku tidak sendirian. Aku bersama teman-teman dari Bandung: Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul.

Kami lalu rekaman. Ternyata kasetnya tidak laku. Ya, sudah, aku ngamen lagi, kadang-kadang ikut festival. Setelah dapat juara di festival musik country , aku ikut festival lagu humor. Kebetulan dapat nomor. Oleh Arwah Setiawan (almarhum) lagu-lagu humorku lalu direkam, diproduseri Handoko. Nama perusahaannya ABC Records. Aku rekaman ramai-ramai, sama Pepeng (kini pembawa acara kuis Jari-jari, jadi MC, dll), Krisna, dan Nana Krip. Tapi rekaman ini pun tak begitu sukses. Tetap minoritas. Hanya dikonsumsi kalangan tertentu saja, seperti anak-anak muda.

Akhirnya aku rekaman di Musica Studio. Sebelum ke Musica, aku sudah rekaman sekitar 4 sampai 5 album. Setelah rekaman di Musica itu, musikku mulai digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani Willy Soemantri.

Setelah tinggal di Jakarta dan masuk studio rekaman, aku masih tetap ngamen dari rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget, Blok M. Tapi setelah di Jakarta aku mulai mikir honor. Soal honor ini mau nggak mau jadi salah satu pemacu juga. Apalagi sebagai anak muda, aku juga butuh pacaran, butuh nonton. Ya, kebutuhan yang wajar bagi anak-anak mudalah.

Waktu itu namanya uang transport. Tapi kalau pas dadakan, biasana gratis. Aku ngamen nggak pilih-pilih tempat. Panggung hajatan, sunatan, nggak masalah. Lagu lagu yang kubawakan waktu ngamen biasanya lagu-lagu baru yang menceritakan masalah-masalah aktual yang terjadi di masyarakat.

Dulu jarang sekali pemusik memainkan lagu-lagu country. Apalagi main gitar sama harmonika sekaligus, jarang. Kalau melihat tanggapa penonton, aku raca cukup positif.

Kalau aku ngamen aku juga selalu nyanyi dengan riang gembira, meski syairnya sedih. Prinsipku, orang sedih kan boleh saja bergembira. Soalnya, dulu kalau aku membawakan lagu-lagu sedih, teman-temanku pada kabur semua.

Tanggapan untuk ngamen juga bertambah. Aku mulai diundang ke mana-mana. Mungkin karena pengaruh album Sarjana Muda (waktu itu album ini sangat terkenal. Semua lagunya selalu dinyanyikan anak-anak muda).

Waktu itu penghasilan dari ngamen saja per hari pernah sampai 20 ribu rupiah. Sebab orang yang kita datangi ngasih uangnya bukan untuk ngusir. Kalau dihitug sekarang barangkali nilainya sampai 300 ribu. Tapi, ya namanya ngamen, tentu penghasilannya tidak pasti. Kalau diambil rata-rata sehari sekitar dua ribu rupiah. Berarti sebulan bisa 60 ribu. Jumlah yang cukup lumayan untuk ukuran waktu itu, di awal tahun 1980-an.

Waktu itu orang nggak tahu siapa Iwan Fals. Meski sudah rekaman, dan kasetku lumayan sangat laku, tapi orang kebanyakan hanya tahu nama nggak kenal wajah. Mungkin karena aku nggak pernah masuk televisi (TVRI). Aku benar-benar stop ngamen setelah lahir anak keduaku, Cikal yang lahir tahun 1985.

Berharap Lewat Musik Bisa Memberi Arti
Dari kecil aku bercita-cita jadi tentara. Untuk memperjuangkan cita-citaku itu, aku menekuni olahraga. Aku aktif di bidang beladiri, silat, karate, kung fu, juga jenis olahraga yang lain, seperti sepakbola, basket, dan volly. Di bidang olahraga aku sempat berprestasi. Pernah juara II Karate Tingkat Nasional, terus pada 1989 Juara IV Karate Tingkat Nasional. Aku sempat masuk pelatas. Aku juga sempat melatih karate di tempatku kuliah, STP (Sekolah Tinggi Publisistik)

Tapi ternyata musik lebih menarik-narik. Musik aku rasakan lebih menggelitik. Olahraga aku ambil untuk kesehatan saja. Filosofi menang-kalah aku hilangkan. Kalau terjun di dunia olahraga, di sana selalu saja ada yang menang atau kalah. Sementara, aku kan lembut. Jadi, kalau melihat musuh kalah dalam komite Karate, ya aku trenyuh juga. Makanya, kalau mau ikut perlombaan, nomor komite aku tinggalkan. Aku ambil Kata Perorangan. Jadi benar-benar seni karatenya. Dan aku ambil nilai sportivitasnya.

Saat bergabung dengan kelompok SWAMI, aku mulai serius di musik. Waktunya memang telah disepakati, 3 tahun. Setelah itu, bubar. Jadi memang proyek SWAMI cuma 3 tahun, bukan karena ada persoalan.

Di Swami banyak hikmah yang dapat kuambil. Kita kan makhluk sosial yang tidak mungkin lepas dari pengaruh orang lain. Pasti ada pengaruh, dari dalam atau dari luar.

Dari situ syair-syairku jadi berubah. Aku menilai mulai ada pengendapan, tidak lagi frontal. Juga mulai universal. Apakah itu suatu kemajuan atau kemunduran, aku tidak tahu. Yang aku tahu ada perubahan dalam syair-syairku, dan menurutku itu wajar saja. Namun, kalau misalnya basic musikku "merah", paling akan berubah jadi "merah tua" atau "merah muda". Nggak mungkin berubah menjadi "hitam", "hijau", "kuning", atau biru".

Aku berharap dalam musik kehadiranku berarti. Syukur-syukur buat orang lain juga berarti.

Aku menulis syair inspirasinya lebih banyak dari hati. Dari sana aku lebih merdeka dan bebas mengekspresikan diri. Aku merasa tidak ada tekanan dari manapun, seperti pesanan teman, pesanan produser, atau tekanan dari diri sendiri.

Dulu, proses penulisan syair bermula dari baca koran, lantas bikin syair. Sekarang penulisan syairku tak harus berangkat dari membaca koran. Terkadang syair yang aku bikin tak ada kaitannya dengan peristiwa yang terjadi. Bukan berarti aku ingin merenung atau kontemplasi. Tapi aku tetap baca koran. Dengan membaca terus tanpa mengeluarkan langsung, aku lebih memperkaya perbendaharaan kata.

Dalam membuat lagu aku juga tidak menunggu mood. Aku setiap ahri bikin lagu. Seperti petani, dari Subuh dia bangun ambil pacul langsung pergi ke sawah dan mencangkul. Tidak pernah berpikir harus mencangkul yang mana dan nggak pernah berpikir mau tumbuh atau keserang hama.

Saja juga seperti aku. Perkembanganku sekarang begitu juga. Aku tidak pernah berniat bikin lagu. Yang aku lakukan, pagi ambil gitar, entah apa jadinya. Latihan jari saja, atau bikin syair, nggak tahu. Aki baca buku, baca koran. Nggak diniat, "aku mau bikin lagu".

Aku masuk televisi setelah tahun 1987. Rekaman pertama tahun 1979. Waktu siaran Manasuka Siaran Niaga di TVRI, sempat sih lagu Oemar Bakri keluar di TVRI.

Pendapatanku waktu itu masih keci. Waktu itu aku dibayar murah. Sekitar Rp 1,5 juta satu album dengan sistem jual putus. Pendapatan sebesar itu nggak cukup untuk kebutuhan anak satu. Ditambah Yos (Rosana) mengandung Cikal. Sudah pasti kebutuhan meningkat. Ditambah lagi harga-harga barang naik. Sampai 1983 aku nggak bisa mencukupi benar. Begitu lewat 1983, aku mulai bisa bernapas.

Nah, untuk menutupi kebutuhan keluarga, karena aku nggak ada kerjaan lain selain bernyanyi, aku mengamen. Terkadang dengan mobil colt abu-abu aku ngompreng. Dengan mobil itu aku narik penumpang sendiri. Istilahnya tarikan gelap. Keluarag tidak tahu. Sebab aku narik omprengan pas aku pulang dari studio. Lumayan, mobilku dapat penumpang 15. Tapi tidak kulakukan secararutin.

Intinya aku senang menyanyi. Terus apa salahnya kalau dalam menyanyi itu ada manfaatnya buat kehidupanku. Sebab aku juga nggak mau jadi maling.

Memang pandangan masyarakat waktu itu menganggap pengamen identik dengan pengemis. Maka dari itu jarang sekali pengamen yang beroperasi.

Style-ku saat ngamen biasa saja. Tidak berpenampilan seperti gembel. Memang waktu itu celana robel di dengkul, tapi saat itu memang sedang trend seperti itu.

Orang tidak tahu aku ngamen. Orang tuaku sempat bingung aku tidak pernah mengeluh soal keuangan. Suatu hari aku ngamen di kompleks ABRI. Waktu itu ibuku sedang arisan di sana. Eh, teman ibuku tahu aku ngamen. Terus teman ibuku tanya sama ibu, "Anak ibu ngamen ya?" Aku terus dimarahi.

Bakat seniku memang menurun dari orang tuaku, kedua orang tuaku senang musik. Ibuku malah senang difoto, ayah senang lukis. Sewaktu kecil aku sudah punya piano. Di rumah terkadang berisik, kalau sedang waktu-waktu sholat sering dimarahi. Orang tuaku ketat dalam mendidik soal agama. Hasilnya, aku pernah mendapat juara adzan tingakt DKI ketika masih SD.

Masa kecilku akrab dengan harmonika. Dulu pernah dikasih harmonika merk Hero. Di depan kunci C dan di sisi lainnya kunc G. aku nggak belaajr secara khusus, karena harmonika kan tinggal niup saja.

Sebagai penyanyi dan pencipta lagu, Iwan Fals punya tempat istimewa dalam peta musik Indonesia. Generasi akhir 1970-an hingga sekarang yang merasa terwakili oleh lagu-lagunya, menempatkan Iwan Fals sebagai idola. Lagu-lagu Iwan memang khas, kadang bernada keras menyengat, kadang lembut menyentuh, tak jarang pula ia bertutur dengan bercanda. Lagu-lagu Iwan semakin memiliki kekhasan karena kata-kata yang ia gunakan tidak klise.

Hal lain yang bisa kita baca, banyak memang musisi yang mampu membuat melodi yang tak kalah enaknya. Tapi soal membuat lirik, Iwan memang sulit tergantikan, atau bahkan tak ada duanya. Tak hanya pada lagu-lagu kritik sosialnya, tetapi juga pada lagu-lagu cinta. Meskipun bertema cinta, tapi di dalamnya tetap tersimpan visi dan pesan-peran kehidupan. Ini yang sangat jarang kita temukan pada lagu karya musisi lain.

Tentu yang membuat sosok Iwan begitu besar, bukan sekedar karena kemampuannya meracik lirik yang luar biasa, tapi yang tak kalah penting adalah lirik-lirik itu menjadi bagian integral dari visi dan perjalanan hidup Iwan sehari-hari. Lagunya adalah sikap hidupnya, dan itulah yang dia kerjakan. Iwan tahu benar perbedaan makna berindustri dengan berkesenian atau berkebudayaan.

Dengan segala karya dan karsa yang sudah ia hasilkan, wajar kalau Iwan Fals menjadi penyanyi dan musisi besar negeri ini. Iwan adalah legenda. Tapi sungguh pun banyak kalangan yang mengidolakannya, Iwan tetaplah bersahaja, tetap rendah hati, dan apa adanya.

Di bawah ini adalah beberapa tulisan biografi Iwan Fals. Dalam perjalanan hidupnya yang tak selalu mulus dan penuh liku, kita belajar banyak sosok Iwan Fals untuk menjadi manusia yang semakin baik, manusia selalu yang belajar dari perjalanan hidup masa lalu, manusia yang berguna, manusia yang tak pernah lelah melawan ketidakadilan dan menemukan kebenaran.

Autobiography
Nama Lengkap : Virgiawan Listanto
Nama Panggilan : Iwan
Nama Musisi : Iwan Fals
Tempat Tanggal/Lahir : Jakarta, 3 September 1961
read more...

Biography Tony Q Rastafara

Biografi Tony Q Rastafara
Tony Q Rastafara adalah pria asal Semarang, kota kecil di Jawa tengah, Indonesia, terlahir dengan nama Tony Waluyo Sukmoasih. Lahir dari keluarga sederhana, bakat seni nya telah terihat sejak masa kanak-kanak terutama di dalam bidang seni lukis dan musik. Tony berkenalan dengan dunia musik melalui teman-temannya dan banyak terpengaruhi oleh jenis musik rock dan blues.

Selepas menyelesaikan pendidikannya di sekolah kejuruan tehnik (STM) Tony memutuskan untuk memulai karier bermusiknya di kota semarang sebagi pemusik jalanan sejak tahun 1980, hingga membuatnya dekat dengan kehidupan musisi jalanan kota Semarang.


Di kota kelahirannya tersebut, Tony sempat membuat album kompilasi anak jalanan dengan teman-temannya dan pernah menjuarai beberapa festival musik jalanan.

Karena ingin mencoba tantangan baru dalam bermusik maka dia pun hijrah dan mencoba mengadu nasib ke Jakarta, ibukota Indonesia. Karena kehidupannya yang dekat dengan musisi jalanan, Tony pun kembali masuk ke komunitas yang sama di Jakarta. Dengan bantuan dari seorang teman yang terlebih dahulu berkecimpung di dunia musisi jalanan Jakarta, Tony pun memberanikan niatnya untuk memulai karier musik di Jakarta sebagai pengamen. Menghibur dan bermain musik dari satu tempat ke tempat lainnya di seputaran pinggiran jalan Jakarta.

Di pertengahan tahun 1984, atas anjuran seorang teman, Tony mulai berkenalan dengan musik country dan mulai mencoba memainkan jenis musik yang pada saat itu belum terlalu populer di kalangan masyarakat Indonesia karena belum banyak musisi yang memainkan genre musik tersebut. Dari eksistensinya bermain musik country, Tony mulai mendapat teman dari kalangan ekspatriat di Jakarta, salah satunya adalah teman-teman dari komunitas kedutaan amerika serikat di Jakarta. Beberapa kali Tony di undang untuk tampil di acara-acara yang diselenggarakan oleh kedutaan amerika serikat dan atas bantuan dari teman-teman di kedutaan dia berhasil mendapatkan undangan untuk bermain di salah satu festival musik country terbesar di amerika yaitu Grand Old Opree yang bertempat di Tennese Amerika Serikat. Akan tetapi dikarenakan kurang adanya dukungan secara finansial, rencana untuk tampil di festival tersebut tidak dapat terealisasikan. Sekian lama bermain musik country Tony mulai merasakan kejenuhan dan merasa bahwa kariernya di musik country tidak berkembang hingga dia memutuskan untuk keluar dari band countrynya dan mulai mencoba mencari jenis musik lain yang lebih sesuai dengan jiwanya.

Tony mulai berkenalan dengan musik reggae di awal tahun 1989, ketika ia jatuh cinta pada sosok legenda musik reggae Bob Marley. Tidak saja terinspirasi dengan musiknya, lirik-lirik lagu dalam setiap Bob Marley benar-benar mengusik naluri bermusiknya, hingga ia yakin untuk memilih berkarier di musik reggae dan mulai mencoba eksis di genre musik tersebut. Di tahun yang sama Tony membentuk band reggae pertamanya yang diberi nama “Roots Rock Reggae”. Band pertamanya tersebut mulai mengawali kariernya dengan main di pub dan cafe-cafe seputaran Jakarta memainkan lagu-lagu milik Bob Marley,Jimmy Cliff dan lain-lain dengan Tony sebagai lead vocal dan lead guitar. Di dalam perjalanannya karier musik reggae nya, Tony sempat membentuk band-band reggae lainnya, seperti “Exodus”, kemudian “Rastaman” dan pada tahun 1994 dia membentuk band yang dikemudian hari ikut membesarkan namanya di dunia musik reggae Indonesia yaitu “Rastafara”.

Dengan Rastafara, karier musik Tony mulai menanjak, dikarenakan pada masa itu sangat jarang musisi band yang memainkan genre musik reggae di jakarta, maka Rastafara cukup dikenal luas di kalangn penikmat musik reggae. Rastafara pada saat itu dianggap sebagai pelopor musik reggae Indonesia dikarenakan merupakan satu-satunya band reggae yang berani untuk membawakan lagu ciptaan sendiri dan berusaha lepas dari bayang-bayang musik reggae ala jamaika dan hampir keseluruhan lagu-lagu Rastafara di ciptakan oleh Tony.

Pada tahun 1995, atas bantuan seorang teman, Rastafara berhasil mendapatkan tawaran untuk rekaman album dari Warner Music Indonesia. Dan akhirnya album perdana bertajuk “Rambut Gimbal” di rilis pada tahun 1996. Album tersebut mendapat respon yang sangat baik, dan berhasil memberikan warna baru dalam industri musik Indonesia yang pada saat itu sedang di dominasi oleh musik Alternative Rock. Hampir semua lagu-lagu di album tersebut diciptakan sendiri oleh Tony ,lirik lagunya kebanyakan bercerita tentang tema sosial, kemanusiaan, cinta dan tema kehidupan masyarakat sehari-hari. Lagunya yang cukup populer pada masa itu adalah “Rambut Gimbal” sebuah istilah untuk style rambut Dreadlock dalam bahasa asing yang kemudian secara tidak langsung dijadikan istilah dalam bahasa Indonesia dan menjadi populer dikarenakannya lagu tersebut.

Perbedaan Rastafara pada saat itu dengan band reggae lainnya adalah karena mereka berhasil memasukan dan memadukan unsur-unsur musik tradisional dengan gaya khas Indonesia kedalam musiknya sehingga terbentuklah musik reggae ala Indonesia yang bisa terlepas dari bayang-bayang musik reggae dunia seperti Bob Marley, UB40 atau Jimmy Cliff. Penggunaan alat-alat musik tradisional seperti Kendang sunda atau Gamelan jawa juga ikut menambah warna musik Indonesia didalam lagu-lagu Rastafara. Aransemen musiknya sepintas juga terlihat mencampurkan unsur-unsur musik melayu.
Pada tahun 1997, kontrak album dengan label musik nya tidak diperpanjang dan Rastafara memutuskan untuk vakum dalam bermusik, hingga akhirnya Tony memutuskan untuk membentuk band baru dengan tetap membawa nama Rastafara.

Pada tahun 1998 terbentuklah Tony Q & New Rastafara, dengan format band additional player. Tetapi kemudian Tony memutuskan untuk bersolo karier dengan tetap membawa nama bandnya Tony Q Rastafara, yang berhasil merilis album secara independent pada tahun 2000 yaitu “Damai Dengan Cinta”. Pada album ke tiganya ini lah Tony mulai menapaki puncak kariernya dalam musik reggae di Indonesia, karena album inilah seorang Professor di bidang musik dari Amerika memberikannya referensi kepadanya untuk ikut dalam ajang Bob Marley Festival di Amerika. Pihak penyelenggara Festival menyukai lagu-lagu yang ada di album tersebut dan kemudian mengundang Tony untuk tampil diacara tersebut pada tahun 2002, tapi sayang sekali Tony beserta rombongannya tidak mendapat izin visa dari Kedutaan Amerika dikarenakan alasan keamanan terkait dengan Tragedi WTC 11 September di Amerika yang terjadi berdekatan dengan rencana keberangkatan Tony ke Amerika.

Pada tahun 2003 albumnya yang ke empat berjudul “Kronologi” di rilis, lagu pada album tersebut merupakan kumpulan dari beberapa lagu dari album-album sebelumnya dan juga beberapa lagu yang belum sempat dirilis.

Kedekatan Tony dengan aktivis LSM dan NGO seperti Green Peace, WALHI,dan lain-lain memberikannya inspirasi untuk membuat album yang mempunyai visi dan misi sosial dan kemanusian yang lebih mendalam dan berarti. Maka pada tahun 2005 lahirlah album kelimanya yang bertitel “Salam Damai” dengan membawa misi dan visi yang ingin disampaikan tentang perdamaian, dalam album ini Tony Q mencoba menggabungkan musik reggae dengan unsur musik orchestra tetapi tidak lupa memasukan unsur tradisional yang semakin kental.

Di penghujung tahun 2005, kembali atas bantuan referensi dari teman lamanya, Professor musicology dari Amerika Serikat, salah satu lagu dari album ketiganya “Damai Dengan Cinta” yaitu “Pat Gulipat” berhasil masuk dalam Album kompilasi musik dunia Putumayo World Music dengan titel “Reggae Playground” yang telah dirilis secara Internasional pada bulan Februari 2006. Sebagai satu-satunya wakil dari benua Asia hal ini juga tidak saja mengaharumkan nama Tony Q sendiri tetapi juga nama Indonesia di mata dunia dan khususnya Musik Reggae ala Indonesia juga dapat lebih dikenal secara Internasional.

Setelah sekian lama berkecimpung di dunia indie label, maka Tony pun mencoba untuk kembali merilis albumnya di major label pada tahun 2007 dengan titel “Anak Kampung”.Nuansa album ke enam nya ini masih mencoba untuk memadukan unsur musik reggae dengan tradisional indonesia dan semakin didominasi oleh lagu-lagu yang bertema sosial, membuat musiknya pun banyak digemari oleh masyarakat kelas menengah kebawah terutama mereka yang berasal dari wilayah luar Jakarta.
Basis penggemar yang semakin berkembang, Tony pun mulai mencoba memfasilitasi keinginan penggemarnya dengan membentuk fans club yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia hingga sampai ke negeri tetangga Singapore, Malaysia dan Australia. Pada awal tahun 2009 bertepatan dengan berlangsungnya pesta demokrasi di Indonesia yaitu pemilihan umum Presiden, Tony pun kembali merilis album ke tujuhnya secara independen dengan titel “Presiden” proses rekaman album ini pun sepenuhnya di lakukan di Sydney, Australia. Di album terbarunya tersebut Tony benar-benar ingin memberikan nuansa dan tema politik yang cukup kental demi menyambut dan menanggapi jalannya pemilihan umum Presiden Indonesia.Aransemen musiknya pun semakin bervariasi, Tony kembali bernostalgia dengan musik country, dimana ia coba memasukan unsur gitar banjo khas musik country di album tersebut.

Pada pertengahan tahun 2009, setelah melalui proses yang cukup panjang maka demo lagu yang pernah coba di tawarkan pada sebuah label world musik bernama Cumbancha dari Amerika Serikat milik mantan A&R dari label world music Putumayo, Jacob Edgar,dari Amerika Serikat sejak tahun 2008 pun akhirnya berhasil mencapai kesepakatan. Cumbancha memberikan kesempatan dan tawaran untuk merilis lagu-lagu Tony secara internasional. Album itu sendiri rencananya akan di rilis pada awal tahun 2010 secara internasional yang juga akan di edarkan di Indonesia.

Autobiography
Nama Lengkap : Tony Waluyo Sukmoasih
Nama Panggilan : Tony Q
Nama Musisi : Tony Q Rastafara
Tempat/Tgl Lahir : Semarang / 27 April 1961
read more...

Biography Pure Saturday

Biografi Pure Saturday
Pure Saturday adalah grup musik asal kota kembang Bandung. Resmi berdiri pada tahun 1994. Pada awalnya Pure Saturday (PS) terbentuk karena iseng-iseng saja. Mereka ngeband kalo lagi tidak ada kegiatan dan sekalian nunggu hasil UMPTN. Tempat kumpul dan latihan biasanya di rumah Suar, di gudang rumah. Gudang bekas pabrik gitar disulap jadi tempat latihan band dan proses pembuatan lagu-lagu.

Dari keisengan itu pula mereka mencoba membuat lagu dan ternyata satu sama lain menemukan kecocokan. Yah... iseng-iseng berhadiah lah... Lalu dibuatlah kesepakatan untuk ngeband secara serius dan mulai mencari kegiatan musik yang diselenggarakan di Bandung. Tapi waktu itu (tahun 1992) namanya masih Tambal Ban bukan Pure Saturday. Akhirnya nama "Tambal Ban" diganti, soalnya terlalu pasaran dan ngga jelas artinya. Apalagi mau ikutan Festival Musik Unplugged (Tahun 1994), harus punya nama yang keren dong.

Akhirnya terpilihlah nama "Pure Saturday" yang tercetus secara spontan. Nama ini diambil karena hari Sabtu merupakan hari latihan, sejak pagi hingga menjelang subuh. Jadi maksudnya hari Sabtu itu benar-benar merupakan hari kerja buat mereka. Disamping itu, untuk mengisi kekosongan waktu anak-anak Pure Saturday yang saat itu masih pada jomblo, maka dari pada bengong berhayal yang tidak-tidak mendingan ngeband. Begitulah motto hidup mereka.

Tahun yang sama Pure Saturday berhasil menjuarai festival musik unplugged se-Jawa dan DKI dengan lagu yang mereka ciptakan sendiri Enough. Di festival ini Pure Saturday mendapat Juara Pertama kategori Umum. Wah... keren... Sejak saat itu Pure Saturday jadi semakin sering bikin lagu. Karena kemenangan tersebut, Pure Saturday semakin terkenal dan dikenal terutama oleh para barudak musik Bandung. Hampir setiap acara yang digelar di Bandung selalu mengundang Pure Saturday. Yah... istilahnya tiada Pure Saturday tiada bazar dan acara. Nampaknya Pure Saturday merupakan sesajen yang ampuh untuk memelet para penonton. Tidak hanya turun naik panggung, tapi Pure Saturday juga sering keluar masuk stasiun radio di Bandung.

Ketenaran Pure Saturday ini membuat Ambari (ini nama orang lho!) berminat membuatkan Pure Saturday album lewat jalur Indie Label. Pada saat itu manajer Pure Saturday adalah adiknya Yuki yang tidak lain dan tidak bukan adalah vokalis PAS. Nah... PAS ini mempunyai seorang manajer yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ambari. Antara manajer Pure Saturday dan PAS ternyata terjalin hubungan yang baik... yah... sedikit nepotisme nggak apa-apa lah... Kesepakatan pun dibuat sambil mencari orang yang mau memodali biaya produksi. Akhirnya ada juga seorang teman yang baik yang mau membiayai.

Percaya diri mulai tumbuh dan berkembang dan bersemi pada tubuh Pure Saturday dan mulai membuat komposisi-komposisi musik yang akhirnya cukup kuat untuk sebuah album perdana. Akhirnya Pure Saturday mencoba hadir di blantika musik Indonesia. Mereka banyak mendapat pengaruh dari grup-grup asal Inggris seperti The Cure, Ride, My Bloody Valentine, Wonder Stuff dan lain-lain.

Album perdana Pure Saturday ini digarap secara independen dan dipasarkan secara mail order lewat sebuah majalah remaja di Jakarta. Pada saat itu Pure Saturday membuat 5.000 kopi saja. Beberapa bulan setelah album tersebut muncul, ada produser rekaman yang melirik mereka dan akhirnya mereka pun membuat kontrak dengan Ceepee Production. Lagu-lagu pada album pertama itu adalah Silence, Kosong, a song, Desire, Simple, Enough, Open Wide dan Coklat. Lagu Kosong kemudian dipilih untuk dibuatkan video klipnya.

Album yang berisi delapan lagu ini ternyata mendapat sambutan yang bagus, karena dinilai lagu-lagu Pure Saturday masih fresh, dan tidak mengikuti trend musik saat itu. Pure Saturday datang dengan warna yang lain, maksudnya diantara musik-musik keras yang saat itu sedang naik, Pure Saturday malah menyuguhkan musik yang slow tapi gahar. Mungkin seperti slogan acara Resurrection... "Awake against mainstream and proud of it". Yah begitulah kira-kira. Boleh dibilang album mereka laku keras. Saat masih diedarkan sendiri 700 kopi yang terjual. Sedangkan melalui distribusi Ceepee Production terjual sebanyak 2000 kopi. Pure Saturday sangat mensyukuri anugerah ini meskipun banyak yang menilai musik mereka sangat berbeda. ''Berarti kita sudah diakui dan keinginan kita agar berbeda dari yang lain terwujud,'' seru Ade.

Kegiatan bermusik membuat urusan akademis (sekolah) mereka terbengkalai. Akhirnya, mereka mencoba untuk membenahi urusan akademis terlebih dahulu. Hal itu malah membuat mereka tidak bisa berkumpul dan membuat lagu. Di kondisi waktu yang terbatas mereka mencoba lagi untuk membuat komposisi-komposisi yang akhirnya selesai, kemudian masuk studio rekaman dan selesai awal 1999. Untuk album kedua mereka dikontrak oleh PT. Aquarius Musikindo. Album kedua ini diberi judul "Utopia".

Menapaki jalur indie bagi mereka merupakan satu strategi, selain agar dikenal publik lebih luas juga agar mereka tidak dipermainkan produser jika menempuh jalur Major Label. ''Kalau kita sudah mengeluarkan album indie, produser tidak bisa seenaknya lagi menyuruh kita ganti warna musik, karena sebelumnya kita sudah punya fans sendiri,'' papar Udhie.

Pure Saturday sempat vakum sebelum pada akhirnya Suar mengundurkan diri pada tahun 2004. Posisi Suar kemudian digantikan oleh sang manajer, iyo. Pada Maret 2005, Pure Saturday kembali hadir dengan album ketiganya yang berjudul "Elora". Kehadiran Pure Saturday kali ini dengan formasi barunya dan dengan membawa label baru, Fast Forward Records.

Pada tahun 2007 lewat Time For A Change, Time To Move On, sebuah koleksi lagu yang didominasi materi lama yang direkam ulang dan pada tahun 2012 Pure Saturday merilis album keempat berjudul "Grey" yang sepenuhnya berisi lagu baru oleh grup asal Bandung ini.

Pada album Grey, Pure Saturday turut didukung oleh beberapa tamu istimewa. Single pertama “Lighthouse” menampilkan permainan piano oleh Hendi “Unyil” Priyatna dari grup The Milo, sementara Rektvianto Yoewono dari The SIGIT menyumbangkan vokal secara spontan pada “Utopian Dreams”, sebuah lagu akustik kalem yang tiba-tiba tercipta saat berada di studio rekaman. Tapi bisa dibilang tamu kehormatan utama di album ini adalah Yockie Suryoprayogo, musisi legendaris yang pertama kali berkolaborasi dengan Pure Saturday pada tahun 2011 dalam Djakarta Artmosphere, acara musik tahunan yang menampilkan kolaborasi antar musisi lintas generasi.

Personil Pure Saturday :
Aditya Ardinugraha a.k.a Adhi - Gitar
Yudistira Ardinugraha a.k.a Udhi - Drum
Ade Purnama a.k.a Ade - Bass
Arief Hamdani a.k.a Arief - Gitar
Satrio NB a.k.a Iyo - Vokal
read more...

Power Slaves Siap Kembali Meramaikan Panggung Musik Rock Indonesia

Lorong Musik dot Com
Lorongmusik.com – Power Slaves untuk saat ini memang memiliki jadwal show yang cukup padat, namun mereka juga masih fokus dalam menggarap video klip untuk single teranyar milik mereka yang berjudul ‘Ku Tunggu’.


Band yang kini berpesonilkan Heydi Ibrahim (vocal), Anwar Fatahillah (bass) dan Wiwiex Soedarno (keyboard) memang telah ditinggalkan oleh gitarisnya Acho Jibrani tidak lama setelah mereka merilis album.

Terlepas dari hal tersebut, belum lama ini Heydi sang vokalis mengatakan bahwa single ‘Ku Tunggu’ merupakan single andalan milik mereka yang berada di album ’100% Rock N Roll’.

“Memang kita sudah merencanakan untuk pembuatan video klip ini, karena kita lihat lagu ini merupakan lagu yang cukup banyak request-nya di radio-radio,” tutur Heydi.

Untuk sutradara video klip single tersebut, digarap oleh Andhy Pulung yang sebelumnya juga pernah menjadi sutradara untuk video klip Power Slaves yang berjudul ‘Indonesia’.

Band yang cukup berjaya di era 90-an ini memang hadir kembali untuk membuktikan eksistensi mereka di belantika musik Indonesia. Suara Melengking khas Heydi Ibrahim tentu membuat karya dari Power Slaves tetap dinikmati oleh penggemar musik rock Indonesia.

Manajer dari Power Slaves yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur Kereta Rock N Roll Label & Management, Indra Budi, menyatakan bahwa tengah mempersiapkan strategi untuk Power Slaves ke depannya.

Salah satu strategi tersebut adalah memberikan konsep berbeda dalam penggarapan video klip single terbaru Power Slaves kali ini. Konsep video tersebut, dibuat lebih berani dengan memberikan unsur adegan-adegan menegangkan. Mari kita tunggu saja hasilnya akan seperti apa.
read more...

International Metal Festival "Hammersonic 2013" Siap Digelar Dengan Dua Stage Berkapasitas Dua Ratus Ribu Watt

Lorong Musik dot Com
Lorongmusik.com – Seperti yang telah dikabarkan sebelumnya, festival musik keras yang disebut-sebut sebagai festival musik cadas terbesar se-Asia Tenggara, yaitu Hammersonic Festival, akan segera diselenggarakan untuk kedua kalinya pada tanggal 27 dan 28 April mendatang di Ecopark, Ancol, Jakarta. Venue dari Hammersonic tersebut merupakan kawasan hijau dengan luas kurang lebih 34 hektar.

Nama-nama band cadas dari mancanegara telah diumumkan sebagai pengsisi acara, diantaranya seperti Cradle Of Filth, Epica, Dying Fetus, Cannibal Corpse, As I lay Dying, Obituary, Lock Up, Destruction, Putrid Pile, Hour Of Penance, Gorod dan band lainnya.


Dan dari dalam negeri sendiri, band-band seperti Power Metal, Edane, Sucker Head, Burgerkill, Seringai, Dead Vertical hingga Hellcrust juga masuk sebagai pengisi acara tersebut.

Dua stage yang didirikan oleh Revision Live selaku Promotor akan membagi rata band-band tersebut untuk tampil. Berdasarkan informasi yang diterima, Hammersonic Festival 2013 ini juga akan didukung oleh tata suara yang kapasitasnya mencapai 200 ribu watt.

Untuk penjualan tiket sendiri, kini Hammersonic telah mencapai tahap presale dengan harga jual Rp. 225 ribu untuk 1-Day Pass dan Rp. 375 ribu untuk 2-Day Pass. Harga tersebut hanya akan dijual sampai dengan tanggal 31 Maret nanti.

Dan mulai tanggal 1 hingga 28 April, harga yang diberlakukan merupakan harga normal, yaitu Rp. 300 ribu untuk 1-Day Pass dan Rp. 500 ribu untuk 2-Day Pass.

Sebelumnya secara online, pihak promotor juga telah menjual tiket dengan harga early bird yang diberlakukan dari tanggal 4 hingga 10 february lalu melalui situs resmi mereka yaitu www.hammersonic.com. Kabar yang diterima, pihak promotor mengakui telah menjual lebih dari 10 ribu lembar tiket.

Pada tahun lalu, festival musik cadas tersebut juga telah sukses menampilkan band-band luar biasa seperti Suffocation, Nile, D.R.I, Psycroptic, Chthonic, Burgerkill, Seringai, Deadsquad, Noxa dan yang lainnya di hadapan puluhan ribu penonton yang datang ke Lapangan D Senayan, Jakarta.
read more...

Bring Me The Horizon Siap Rilis EP Bertitel "Deathbeds"

Lorongmusik.com - Sebagai pemanasan sebelum merilis album baru, Bring Me The Horizon bakal merilis sebuah EP bertajuk "Deathbeds" bulan ini.


Album mendatang mereka, Sempiternal, siap dirilis 2 April mendatang. "Menulis 'Sempiternal' adalah proses yang sama sekali berbeda," komentar Sykes. "Kami bekerja dengan komputer, mengerjakan ide-ide dan riff tanpa lelah sampai kita memiliki apa yang kita inginkan." Di album ini, ada Jordan Fish, anggota baru yang mengisi keyboard. "Membawa Jordan ke dalam mix mengubah banyak hal, ia membuka banyak kemungkinan."

Album baru Bring Me The Horizon nanti akan menjadi album studio mereka yang keempat menyusul tiga lainnya yakni Count Your Blessings (2006), Suicide Season (2008) dan There Is a Hell, Believe Me I've Seen It. There Is a Heaven, Let's Keep It a Secret (2010).
read more...

Biography Afternoon Talk

Biografi Afternoon Talk
Afternoon Talk dibentuk awal 2011 di Bandar Lampung, Ide dibentuknya grup musik ini dimulai ketika Osa dan Sofia mengobrol sekitar tentang kesamaan mereka menjadi penggemar musik dan rasa ingin tahu mereka untuk membuat lagu. 

Kemudian, mereka secara spontan mengatakan "Mengapa tidak kita membuat sebuah band?" Mungkin pada saat itu Sofia berpikir bahwa dia punya ide yang sama dengan Osa. Hari-hari berikutnya, Osa disajikan Ridwan sebagai mitra musiknya dan temannya selama bertahun-tahun sekolah tinggi untuk bergabung dengan band. Sejak saat itu mereka mulai membuat musik bersama-sama dan memutuskan untuk memilih Afternoon Talk sebagai nama band.

Menurut mereka nama "Afternoon Talk" berasal dari seperti ketika Anda berada di sore malas berbicara tentang segala sesuatu yang bisa didiskusikan dengan keluarga, teman, bahkan orang asing. Musik mengalir seperti percakapan, dan Anda tidak tahu topik berikutnya yang akan dibahas.

Pada tahun 2011 juga, Afternoon Talk mulai mecoba untuk membuat lagu "ada satu hal yang harus Anda ketahui" di kamar tidur yogi dan lagu dirilis sebagai download gratis yang membuat Afternoon Talk terlihat di kota mereka, terutama di scene musik independen. Pada bulan Juli 2011, mereka diundang untuk tampil di Java Rocking Land, di Indonesia musik rock festival internasional, bersama Sir Dandy, Rocket Rockers, dan banyak lainnya.

Pada bulan Februari 2012, mereka memulai tur ke 5 kota di Jawa, mengisi tempat di kota-kota dari Jakarta ke Bandung, Yogyakarta ke Surabaya dan Malang untuk memperkenalkan mini album mereka dan mendapatkan perhatian nasional dan tenggara asia scene musik.

Tidak lama kemudian, band ini merilis debut EP pada Maret 2012. Self-titled mini album berisi lima lagu secara resmi dirilis oleh net label, Hujan Records. 

Afternoon Talk menawarkan masyarakat suatu suara akustik dengan lebar dimensi dimana koridor "Elastis" dengan variasi yang berbeda dari augmentations musik sederhana tanpa meninggalkan konsep kesederhanaan dalam musik mereka. 

Afternoon Talk mencoba untuk terjun dan menggabungkan cara mereka sendiri bermain. Dengan berbagai pengaruh, Afternoon Talk selalu mencoba untuk berbaur dengan perkembangan yang musik dan gagasan utama mereka bekerja. Lagu "Ada satu hal yang harus Anda ketahui" menceritakan perasaan kerinduan dan menjadi bersama-sama dengan orang yang kita cintai. 

Afternoon Talk menggabungkan dan terinspirasi oleh suara tropis tradisional budaya Indonesia. Budaya lokal dianggap sebagai harta karun, melainkan merupakan hal yang esensial yang tidak dapat dipisahkan dari identitas mereka.

Seiring waktu berlalu, sekarang ini Afternoon Talk didukung oleh musisi tambahan Juliawan Jarwo dan Adian Atmaja. Drum dan perkusi dalam lagu-lagu beberapa pembicaraan sore Afternoon Talk EP kedua mendatang yang dilakukan oleh Jarwo.

Tak lama setelah itu, mereka bersembunyi di studio dan mulai bekerja pada EP kedua, "Kontradiksi", yang akan dirilis dalam waktu Indonesia beberapa pada Mei 2013.

Personil Afternoon Talk :
Osa - guitar, ukulele
Sofia - vocals, glockenspiel, melodica
Ridwan - guitar, bass, drums, percussion
read more...

Biography Mocca

Biografi Mocca
Mocca adalah kelompok musik indie asal Bandung. Grup ini beranggotakan Riko Prayitno (gitar), Arina Ephipania (vokal dan flute), Achmad Pratama (bass), dan Indra Massad (drum).

Pada mulanya Arina dan Riko merupakan teman satu kampus di Institut Teknologi Nasional (Bandung). Mereka tergabung dalam sebuah band kampus tahun 1997-an. Karena tidak cocok dengan anggota yang lain, Arina dan Riko pun sepakat mendirikan "Mocca". Dua tahun kemudian mereka bertemu dengan Indra dan Toma. Indra dan Toma merupakan teman satu kampus, mereka belajar desain produk di Institut Teknologi Nasional (Bandung), dan bergabung ke Mocca pada waktu yang sama.

Mocca pertama kali mucul dalam kompilasi Delicatessen (2002), dan langsung merebut hati penggemar.

Satu tahun kemudian mereka mengeluarkan debut album mereka "My Diary" (2003) dengan label indie "FFWD". Album ini meldak di pasaran. Lagu-lagu seperti "Secret Admirer" dan "Me and My Boyfriend" menjadi hits di mana-mana. Video klip "Me and My Boyfriend" mendapat penghargaan sebagai "best video of the year" versi MTV Penghargan Musik Indonesia 2003.

Bahkan mereka menandatangani kontrak dengan salah satu indie records di Jepang, Excellent Records, untuk mengisi satu lagu dalam album yang format rilisannya adalah kompilasi book set (3 Set) yang berjudul "Pop Renaisance". Ada 3 disc yang diedarkan di Jepang dan Mocca berada di disc no. 2 dengan lagu "Twist Me Arround".

Lagu-lagu Mocca sendiri menggunakan bahasa Inggris dengan alasan memudahkan penulisan syair serta kesesuaian dengan warna lagu pop dengan sentuhan swing jazz, twee pop, dan suasana ala 60-an.

Mocca kembali merilis album kedua mereka tahun 2005 bertajuk "Friends" masih dibawah label indie, Fast Forward Record. Dalam album ini Mocca tidak tampil sendirian. Mereka menggaet dua musisi andal untuk memperkaya musik mereka. Dari dalam negeri, mereka menghadirkan Bob Tutupoli untuk mengisi suara dalam lagu "This Conversation" dan lagu yang khusus dibuat untuknya, "Swing It Bob". Mereka juga berduet dengan musisi asal Swedia, Club 8. Bersama duo asal Swedia ini, Johan dan Karolina Komstedt, Mocca membawakan lagu "I Would Never".

Karier Mocca semakin menanjak. Tak hanya di dalam negeri, mereka mengembangkan sayap ke Asia. Singapura, Malaysia, Thailand, dan Jepang telah menikmati album mereka. Pada tahu 2005, Mocca menggelar konser di Singapura dan menampilkn The Rock Angels Band.

Mocca juga terlibat dalam pembuatan lagu soundtrack. Kuartet ini pernah mengerjakan soundtrack film "Catatan Akhir Sekolah" karya Hanung Bramantyo dan soundtrack sinetron TV "Fairish the Series".

Mocca juga membuat sebuah mini album berisi 6 lagu, 2 di antaranya berbahasa Indonesia. Mini album ini sebelumnya berjudul "Sunday Afternoon", tapi dirilis dengan judul "Untuk Rena". Mocca terinspirasi naskah cerita film anak-anak berjudul "Untuk Rena". Mocca tak hanya mendapat inspirasi. Mereka juga mendapat kesempatan untuk memasukkan "Happy!" dan "Sebelum Kau Tidur" sebagai soundtrack film garapan Riri Riza itu.

Tahun 2007, Mocca mengeluarkan album ketiga mereka, "Colours". Album ini memuat materi baru, termasuk 2 cover song yaitu “Hyperballad” (Bjork) dan “Sing” (The Carpenters) serta sebuah kolaborasi dengan Pelle Carlberg (Edson) yang kemarin sempat menjadi tamu di LA Light IndieFest, dalam lagu “Let Me Go”.

Dalam live performance-nya selain empat personel utama, dulu Mocca menggunakan format big-band yang dibantu oleh beberapa additional player, antara lain pada gitar, perkusi, keyboard, trompet, trombone, dan saxophone. Tetapi seiring berjalannya waktu, sekarang Mocca hanya dibantu oleh dua additional player, yaitu Agung pada Keyboard dan Tomi pada Trompet.

Mocca baru saja merilis album untuk publik Korea Selatan berjudul "Happy". Album ini dirilis label yang selama ini menangani karya-karya Mocca di Korsel, Beat Ball Music Records.

”Album itu rilis akhir 2010, berisi lagu-lagu the best Mocca. Di sini kita malah belum rilis album the best,” kata Riko Prayitno, gitaris Mocca. Di Korsel, Mocca memang memiliki nama besar karena lagu-lagunya banyak dipakai iklan dan soundtrack drama.

”Tidak tahu kenapa di sana banyak yang suka. Kalau kami jalan-jalan di mal sana, enggak asing kalau ada lagu Mocca diputar,” kata Riko. Kemungkinan, itu karena orang Korea suka lagu-lagu bernuansa jazz dan swing.

Mocca tidak menyangka jika tanggapan masyarakat Korsel begitu bagus. Album-album Mocca juga dirilis di negara lain, seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Jepang, Taiwan, Hongkong, dan Filipina.

Personil Mocca :
Arina Ephipania a.k.a. Arina - Vokal dan Flute
Riko Prayitno a.k.a. Riko - Gitar
Achmad Pratama a.k.a.Toma - Bass
Indra Massad a.k.a Indra - Drum
read more...
Home - About - Order - Testimonial
Copyright © 2010 Berita Menggemparkan All Rights Reserved.